Selasa, 28 November 2017

My Journey: Math Around Us day6

Tidur siang merupakan salah satu rutinitas kami, yang harus di dahului dengan perjuangan (haha lebay). Anak- anak sepertinya kurang menyukai kegiatan yang satu ini, karena mengurangi waktu bermainnya. Namun yang saya rasakan, kegiatan ini begitu memengaruhi mood mereka. Emosi mereka terasa lebih baik bila mereka mau istirahat tidur siang.

Sebelum tidur biasanya kami mengobrol, bercerita bahkan tak jarang kami menonton video  hingga kantuk datang.

Kali ini tanpa sengaja saya justru membawa matematika sebagai pengantar tidur.

Aku Masih Perlu Visualisasi

Awalnya obrolan ringan bersama kaka, kami mencoba menjumlahkan dua buah bilangan.

Misalnya:  4+5=?

Saya akan menanyakan mana angka yang lebih besar dan lebih kecil, biasanya dapat ia jawab dengan tepat.

Angka yang lebih besar, kita simpan dalam hati. Angka yang lebih kecil di jari tangan. Saya mencontohkan angka empat di tangan, lalu mulai menghitung empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan.
Jadi empat ditambah lima sama dengan sembilan.

Beberapa kali kami melakukan tanya jawab, sering kali kaka yang memberi soal, saya mengarahkan agar kaka ikut membantu menjawab. Dari beberapa kali tanya jawab, saya merasa kaka masih kurang bisa mengaplikasikan berhitung dengan cara ini, saya berkesimpulan bahwa ini masih terlalu abstrak dan ia lebih memerlukan visualisasi seperti kegiatan sebelumnya.

Saya menghentikan tanya jawab, dan mencari tahu apa yang ia rasa.

"Kaka kesulitan ya? Nanti kita latihan seperti kemarin ya sampai kaka benar-benar paham".

Kaka mengiyakan.

Dan kali ini saya perlu menggaris bawahi bahwa saya harus bersabar dan kaka masih sangat memerlukan visualisasi.
.....

Jajan Sore

"Aku mau jalan-jalan sama jajan", kaka merajuk setelah gagal mengambil alih hp saya selepas bangun tidur (aih kaka, bunda mu sedang mengetik tugas nih😅)

"Iya, ayuk", dede mengiyakan, dan tanpa rasa bersalah mengambil koin-koin dari laci lemari.

"Eh, mau kemana?", Saya berusaha menghentikan (aih berasa satpam).

"Bunda tidak mau mengantar ya", saya memberikan dua keping logam lima ratus masing-masing pada kaka dan dede.

"Kalau jajannya lima ratus atau seribu bisa, tapi kalau lebih tidak bisa ya", tutup saya setelah menjelaskan panjang lebar.

"Iyaa", koor keduanya sambil beranjak.

Naluri memaksa saya mengikuti dari belakang, dan memang benar dua warung dekat rumah ternyata tutup sehingga mereka menuju warung yang agak jauh, pastinya keduanya senang karena melihat saya menyusul mereka.

Seorang ibu dan puterinya keluar dari warung membawa sebatang es bon-bon.

"Aku mau seperti itu", bisik kaka.

"Aku juga", dede senada.

"Tanya dulu harganya", saya mengingatkan.

Harga es bon-bon pas dengan uang saku mereka, senyum mengembang di wajah keduanya.



Perjalanan pulang saya kembali menanyakan pada keduanya tentang harga es dan berapa uang yang mereka bawa, yang dapat dijawab dengan benar oleh keduanya.

Pelajaran yang saya ambil adalah agar lebih berhati-hati menyimpan receh dan gak ragu mendampingi mereka ketika akan belajar membelanjakan uangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar