Kamis, 30 November 2017

My Journey: Math Around Us day8

Bermain Geometri 

Kali ini saya mengajak anak-anak berkreasi dengan bentuk-bentuk geometri segi tiga, persegi, persegi panjang dan lingkaran.

Untuk kegiatan hari ini, persiapan yang saya lakukan adalah dengan membuat terlebih dahulu pola empat bentuk geometri dengan beberapa ukuran diatas kertas berwarna. Lalu saya meminta bantuan anak-anak mengelompokkan pola yang tersedia menjadi empat kelompok besar. Selanjutnya adalah berkreasi membuat kolase dengan menempelkan pola-pola tadi menjadi bentuk yang baru.

Bentuk apa yang akan dibuat kaka dan dede yaa?
.....

Pulang sekolah kami disambut hembusan angin yang dingiiin, jadi kaka dan dede ngga boleh main diluar walaupun sudah dijemput teman mainnya (ya atuh, istirahat dulu harusnya).

Jadilah kami memainkan potongan gambar geometri. Dede membantu saya mengelompokkan gambar berdasarkan bentuk, awalnya ia mau mengelompokkan berdasarkan bentuk dan warna, tapi supaya mudah jadi empat kelompok saja.

Sesekali saya menanyakan nama bentuk geometri yang dapat dijawab dengan baik oleh kaka. Sementara dede sempat menjawab bulat untuk lingkaran, dan kotak untuk persegi, jadi disini jadi ajang pengenalan lagi untuk dede.

Selanjutnya waktunya berkarya, yang disambut dengan bersemangat oleh keduanya. Kaka bergegas mengambil kertas reuse dan mulai beraksi.

Saya sesekali ikut membuat bentuk-bentuk untuk menginspirasi.


Dan dari sekian contoh yang saya coba tunjukkan, kaka dan dede sepakat untuk mengambil tema tikus dalam karyanya: gerbong kereta tikus dan rumah tikus, hehehe.



Keduanya mempergunakan semua bentuk geometri. Dede terlihat membuat persedi dengan menggabungkan dua buah persegi panjang. Kaka pun terlihat menggabungkan dua buah persegi panjang, untuk membentuk persegi panjang yang lebih besar. Dan sepertinya ini menginspirasi saya untuk mengenalkan tangram pada merekaπŸ˜‰.



Rabu, 29 November 2017

My Journey: Math Around Us day7

Camilan Manis di Pagi Hari

Pagi ini ada yang seneng banget, karena mendapat sebatang cokelat.

Dede yang bangun lebih dulu langsung tersenyum sumringah, menggenggam cokelat di tangan.

"Untuk berdua ya", uti mengingatkan

"Iya", dede mengangguk namun tak beranjak dari duduknya, masih mengamati.

Ia tak membuka bungkus, sepertinya menunggu kaka bangun. Begitu kaka bangun, ia segera memamerkannya.
Jadilah mereka berdua membukanya bersama.

"Aku empat", saya dengar kaka berkata.

Penasaran saya mendekat, memerhatikan potongan cokelat. Kaka empat, dede enam...

"Engga sama nih membaginya, coba ini ada sepuluh. Kaka empat, dede enam berarti dede lebih satu", saya menjelaskan.

"Gapapa bun", kaka berdalih "Aku mau empat", lanjutnya.

"Kan tadi uti pesan di bagi dua, berarti harus sama", saya mengingatkan.

Akhirnya kaka mengambil lima potong cokelat miliknya, begitu pula dede.



Ada sedikit penyesalan yang saya rasa, semestinya tadi saya tidak perlu membantu untuk membagi sama rata. Sebenarnya cukup membuat mereka sadar, apakah cokelat yang mereka peroleh masing-masing sama banyaknya. Dan dari sana bisa digali cara membagi agar lebih adil. Ah... Saya melewatkan satu momen aha kali ini😐.

Selasa, 28 November 2017

My Journey: Math Around Us day6

Tidur siang merupakan salah satu rutinitas kami, yang harus di dahului dengan perjuangan (haha lebay). Anak- anak sepertinya kurang menyukai kegiatan yang satu ini, karena mengurangi waktu bermainnya. Namun yang saya rasakan, kegiatan ini begitu memengaruhi mood mereka. Emosi mereka terasa lebih baik bila mereka mau istirahat tidur siang.

Sebelum tidur biasanya kami mengobrol, bercerita bahkan tak jarang kami menonton video  hingga kantuk datang.

Kali ini tanpa sengaja saya justru membawa matematika sebagai pengantar tidur.

Aku Masih Perlu Visualisasi

Awalnya obrolan ringan bersama kaka, kami mencoba menjumlahkan dua buah bilangan.

Misalnya:  4+5=?

Saya akan menanyakan mana angka yang lebih besar dan lebih kecil, biasanya dapat ia jawab dengan tepat.

Angka yang lebih besar, kita simpan dalam hati. Angka yang lebih kecil di jari tangan. Saya mencontohkan angka empat di tangan, lalu mulai menghitung empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan.
Jadi empat ditambah lima sama dengan sembilan.

Beberapa kali kami melakukan tanya jawab, sering kali kaka yang memberi soal, saya mengarahkan agar kaka ikut membantu menjawab. Dari beberapa kali tanya jawab, saya merasa kaka masih kurang bisa mengaplikasikan berhitung dengan cara ini, saya berkesimpulan bahwa ini masih terlalu abstrak dan ia lebih memerlukan visualisasi seperti kegiatan sebelumnya.

Saya menghentikan tanya jawab, dan mencari tahu apa yang ia rasa.

"Kaka kesulitan ya? Nanti kita latihan seperti kemarin ya sampai kaka benar-benar paham".

Kaka mengiyakan.

Dan kali ini saya perlu menggaris bawahi bahwa saya harus bersabar dan kaka masih sangat memerlukan visualisasi.
.....

Jajan Sore

"Aku mau jalan-jalan sama jajan", kaka merajuk setelah gagal mengambil alih hp saya selepas bangun tidur (aih kaka, bunda mu sedang mengetik tugas nihπŸ˜…)

"Iya, ayuk", dede mengiyakan, dan tanpa rasa bersalah mengambil koin-koin dari laci lemari.

"Eh, mau kemana?", Saya berusaha menghentikan (aih berasa satpam).

"Bunda tidak mau mengantar ya", saya memberikan dua keping logam lima ratus masing-masing pada kaka dan dede.

"Kalau jajannya lima ratus atau seribu bisa, tapi kalau lebih tidak bisa ya", tutup saya setelah menjelaskan panjang lebar.

"Iyaa", koor keduanya sambil beranjak.

Naluri memaksa saya mengikuti dari belakang, dan memang benar dua warung dekat rumah ternyata tutup sehingga mereka menuju warung yang agak jauh, pastinya keduanya senang karena melihat saya menyusul mereka.

Seorang ibu dan puterinya keluar dari warung membawa sebatang es bon-bon.

"Aku mau seperti itu", bisik kaka.

"Aku juga", dede senada.

"Tanya dulu harganya", saya mengingatkan.

Harga es bon-bon pas dengan uang saku mereka, senyum mengembang di wajah keduanya.



Perjalanan pulang saya kembali menanyakan pada keduanya tentang harga es dan berapa uang yang mereka bawa, yang dapat dijawab dengan benar oleh keduanya.

Pelajaran yang saya ambil adalah agar lebih berhati-hati menyimpan receh dan gak ragu mendampingi mereka ketika akan belajar membelanjakan uangnya.

Senin, 27 November 2017

My Journey: Math Around Us day5

Ada rasa takut bersemayam dalam diri saya, mungkin itu alasannya saya tak pernah mencoba mengajarkan matematika pada kaka. Saya takut bila ekspektasi saya tak sesuai dengan kemampuan kaka, jadi saya selalu menghindar mengajarkan matematika secara khusus untuknya.

Usianya yang menginjak 6,5 kini, dan tantangan ini, membuat saya membuka pikiran menurunkan ekspektasi dan memberanikan diri memperkenalkan matematika padanya.

Menurunkan Ekspektasi

Kenapa menurunkan ekspektasi? Karena saya pernah berusaha mengajak kaka berhitung, tapi mungkin karena belum waktunya, saat itu tidak terlihat antusiasme kaka. Bahkan saya sengaja membuat worksheet dengan beberapa soal sederhana yang justru membuat saya jengkel jika target tak bisa kaka capai.. saat itu...
Saya tak mau lagi membuat lembaran belajar, kali ini saya mencoba memulai dari apa yang sudah ia tahu, dan menambahnya sedikit-demi sedikit.

Kaka tau tanda ini? Saya membuat tanda plus dan minus di selembar kertas.

"Ini tambah", ia menunjuk tanda minus.

"Kalau ini sakit", ia menunjuk tanda plus. Ah iya, mungkin ia sering melihatnya tergambar di mobil sisi ambulance.

"Kalau ini?", saya menggambarkan tanda sama dengan.

"Sama dengan", jawabnya penuh percaya diri.

"Iyaa, nah kaka pernah dengar matematika?", saya menuliskan kata matematika di bawahnya.

"Engga, berhitung?", Kaka balik bertanya.

"Iya, matematika sama dengan berhitung", jawab saya.

Saya memberi sebuah contoh padanya, kaka beli dua permen dan dede memberi satu, permen kaka jadi berapa?.

Lalu kami mulai menggunakan jari untuk berhitung.

"Tiga", jawabnya.

"Iya, nah kita bisa menulisnya seperti ini kaka... 2 + 1 = 3, ini tanda tambah", saya menunggu reaksinya.

"Lagi!lagi!..tapi sekarang es krim ya!", pinta kaka.

Dan kami segera terlibat permainan asyik matematika, tiap kali selesai mengerjakan tantangan, saya akan memeriksa dan memberi tanda centang bila benar.

Nyaris sepuluh soal, dan dapat ia kerjakan dengan baik bila disertai gambar. Saat saya memberi soal hanya berupa angka ia masih terlihat kesulitan.

"Kaka mandi yuk", ajak saya sore harinya.

"Boleh, tapi nanti main matematika lagi ya", celetuknya.

Entah mengapa rasanya begitu menyenangkan perkenalan kami kali ini dengan matematika 😊.






.....

Dede mendekati saya siang ini.

"Bunda, aku mau belajar kaya kaka", pintanya.

"Belajar berhitung?".

"Iya, tapi gambar kereta", lanjutnya.

Saya memintanya mengambil alat tulis, dan dilakukannya dalam sekejap.

"Aku punya satu kereta, terus bunda kasih dua".

Saya menggambar gerbong minimalis ala saya πŸ˜…, mengikuti pintanya. Dia menghitung kemudian, dengan benar.

Tak berhenti, kembali ia membuat soal, saya membantunya menggambar, dan ia menjawab dengan tepat.


Beberapa kali ia membuat soal sendiri dan menjawabnya pula. Untuk dede, ia masih salah ketika menuliskan angka 5, 3 dan 2. Saya belum berani membuat kesimpulan, apakah karena ia lupa atau kurang berlatih.

Pastinya ini memacu saya untuk lebih giat mengajak mereka bermain matematika 😊.

Minggu, 26 November 2017

My Journey: Math Around Us day4

Minggu pagi ini kaka bersiap ikut kakung olah raga ke Sport Jabar. Sebelum kaka berangkat, saya menyodorkan camilan yang kaka beli kemarin sebagai bekal.

"Engga, ini buat bekal besok saja", kaka menolak.

Kaka memang selalu punya rencana dan perhitungan sendiri. Banyak ide yang kadang membuat saya terkejut. Seperti saat diajak berbelanja bekal perjalanan, ia membeli sekantung permen, sepanjang perjalan ia hanya memakan sedikit saja dan ternyata ia ingin berbagi dengan saudara dan teman bermainnya ditempat tujuan nanti. Berbeda dengan dede yang cenderung segera menghabiskan, kaka sifatnya justru sebaliknya: perhitungan...

Operator Eksavator

Berpisah dari kaka, dede justru bersemangat ikut saya dan uti berjalan kaki ke lapangan gasmin, sebuah lapangan olah raga kecil sekitar 1 km jaraknya dari rumah. Mungkin salah satu yang memyemangatinya adalah dua lembar uang lima ribuan dalam genggamannya.
Begitu tiba, ia segera mendekati penjual mainan.

"Nanti de", tegur saya.

Ia menurut, tapi langkahnya terhenti di depan tempat penyewaan mainan. Dulu, ia pernah melihat permainan sejenis namun saya menolaknya, karena antrean cukup banyak dan saya memperkirakan ia belum cukup mampu mengoperasikan mesin kendali. 

Kali ini, meski masih sedikit ragu saya tak punya alasan untuk melarangnya.
Selembar lima ribu berpindah tangan. Pak penjaga mainan menjelaskan dan mengajarinya bermain sebentar, kemudian saya menggantikannya.

Ada 2 alat untuk mengoperasikan permainan ini, untuk melakukan gerakan buka-tutup, naik-turun, atas-bawah dan kanan-kiri. Saya cukup membaca keterangan yang ditulis di pinggir alat, tapi untuk dede yang belum bisa membaca artinya ia harus menghafalkan prinsip kerja eksavator ini.

Hal yang membuat saya kagum, ia tak perlu menghabiskan waktu yang banyak untuk menguasainya. Tak sampai 5 menit, dan ia tak memerlukan bantuan lagi untuk memainkannya sendiri.

Bagi saya, banyak aspek matematika yang ia pelajari di sini sembari bermain. Selain menghafalkan cara mengoperasikan ia harus memperhitungkan dengan tepat agar dapat mengambil serutan gergaji dan meletakkannya dengan tepat agar tidak berjatuhan.

Puas bermain eksavator, ia mengajak saya melihat penjual mainan. Pilihannya jatuh pada mainan mobil yang dapat berubah menjadi robot, sayangnya uang nya tidak cukup.

"Ngga cukup, uang dede tinggal 5 ribu", saya menjelaskan.

Ia pun beralih melihat mainan lainnya, tapi sepertinya tak ada lagi yang membuatnya merasa tertarik.

Ia kembali menimang mobil-robot. Rasa iba membuat saya memberikan penawaran.

"Kalau dede mau, artinya hari Senin dede ngga boleh minta jajan ya?".


Ia mengangguk cepat, senyum mengembang bersemangat untuk kembali berjalan pulang. Selanjutnya perlu konsistensi saya jika ia merengek minta jajan esok πŸ˜….

Sabtu, 25 November 2017

My Journey: Math Around Us day3

"Alifa ulang tahun", dede tiba-tiba nyeletuk tanpa tersenyum.

Kemarin dede melihat foto teman sekelasnya yang sedang merayakan ulang tahun.

Saya menangkap kekecewaannya, karena ulang tahunnya tanpa kue, lilin atau kado spesial dari saya atau ayahnya. Hampir dua minggu lalu hari jadinya dan kami berdua sepakat untuk mengucapkan selamat dan doa, tanpa embel-embel lainnya.

"Sekarang Desember?", Ia membuyarkan lamunan saya.

"Masih November de".

"Ko November lamaaa...", keluhnya.

"Coba lihat sekarang tanggal berapa, sekarang tanggal 25 de",

Mungkin ia teringat dengan rencana kedatangan ayahnya bulan depan.

"Kalau kemarin tanggal berapa de?".

"Ng.. 24".

"Kalau besok, hari minggu tanggal berapa?"

"Dua enam", jawabnya.

Aha, ini juga matematika, dimana kita belajar mengenal waktu, hari dan tanggal, hari ini, besok dan kemarin. Meski dede belum hafal nama-nama bulan dalam satu tahun (Juni dan Juli selalu terbalik), tapi ia sudah mulai bisa membaca kalender dengan baik.

Untuk menghafal nama hari dan bulan, saat itu (ketika kaka getol belajar kalender) tanpa sengaja kami membuat lagu nama bulan dengan menggubah lagu nama-nama hari (lagu ini cukup terkenal di kalangan anak tk).  

Kaka dan Kalender

Dulu ada masanya kaka suka banget sama yang namanya kalender, seingat saya di usia 5 tahun. Ada satu kalender dinding yang selalu dibawa-bawa, nama bulan dihafalkan, tanggal ulang tahun semua orang di dalam rumahpun kaka hafal, sampai tiap kali saya lupa hari atau tanggal saya tidak perlu lihat kalender, cukup tanya pada si sulung.

Seiring waktu, ketertarikan kaka pada kalender semakin berkurang. Kini interaksinya sebatas melihat gambar kalender, tahu nama hari bila ditanya dan kaka juga masih suka melingkari kalender.
Sembari menulis catatan ini, terlintas keinginan untuk mengecek kalender baru yang beberapa hari lalu saya beli, dan sempat kaka bawa-bawa ke sekolah.
Begitu saya cek, ternyata kaka sudah melingkari juga kalender tahun 2018 yang belum dipasang πŸ˜…, woow saya lengah rupanya.

Jumat, 24 November 2017

My Journey: Math Around Us day2

Bismillah,

Tentang Waktu

Belakangan anak-anak mulai membangun kebiasaan mandi sendiri, yang kami beri istilah 'cebangcebung' atau 'main air'.

Kalau dilakukan di sore hari sebenarnya cukup menyenangkan, karena saya bisa sedikit bersantai sementara anak-anak mandi. Nah, kalau pagi hari? Disinilah tantangannya, ketika anak ingin bermain air sementara ada tuntutan agar tidak terlambat masuk sekolah.

Dulu saya seringnya memandikan anak-anak demi efektivitas waktu, tapi belakangan akhirnya saya bisa merelakan mereka tetap bersenang-senang di pagi hari sebelum berangkat sekolah.

Ternyata yang saya butuhkan adalah memaksa diri saya sendiri untuk bangun lebih pagi, melakukan aktivitas domestik dan memenuhi kebutuhan saya terlebih dahulu termasuk mandi dan ngemil pagi. Hasilnya, saya merasa lebih segar untuk menjalani pagi itu.

Selanjutnya saya memagari waktu bermain air anak-anak, agar kami tuntas sebelum jam 7.30, maka saya mulai sounding untuk mandi sebelum pukul 6.30. Biasanya mereka terlihat merasa puas bermain setelah sekitar 20 menit bermain. Jadi tugas saya memastikan anak-anak tidak melebihi waktu 20 menit, ini kalau mereka mau mandi sendiri-sendiri. Adakalanya mereka mandi bareng-bareng sambil main, tentunya dengan durasi yang lebih lama.

Yang saya lakukan adalah dengan memberi tahu waktu 10 dan 5 menit sebelum akhirnya mereka harus benar-benar keluar dari kamar mandi.

Dengan cara ini sedikit demi sedikit, mereka belajar mengenal waktu. Minimal mereka semakin gesit jika saya berkata "3 menit lagi yaa.." atau "2 menit lagi yaa..".

Jam Kertas

Pagi ini saya menyempatkan membuat jam mainan, memanfaatkan kertas bekas undangan yang sayang untuk dibuang. Setelah melapisi kertas dengan cat akrilik, saya menambahkan deretan angka dan jarum jam, terakhir menggabungkan semua dengan bantuan push pin.
Fungsi utamanya sebagai alat bantu mengenal waktu, selain itu jam ini juga dapat saya gunakan mengingatkan anak-anak saat menunukkan durasi mandi maupun bermain.
Siang ini jam kertas saya gunakan untuk memberi batas nonton tv siang, awalnya saya tentukan hingga pukul 1 siang, tapi ternyata ada tawar-menawar hingga kami sepakati waktu tambahan hingga jarum panjang di angka 6 (30 menit) sebelum tidur siang sebagai syarat untuk main diluar nanti soreπŸ™Œ.

Kamis, 23 November 2017

My Journey: Math Around Us day1

Bismillah,
Matematika, memang tak pernah lepas dari keseharian kita dengan atau tanpa kita sadari. Kesadaran diri -ibu- mengenali penggunaan matematika dalam keseharian sangat diperlukan untuk mengikat makna,  mengubah hal biasa menjadi 'momen aha' yang istimewa.

Cerita Pagi

"Aku mah ringan", kata dede pagi ini, ia meminta gendong saat diajak mandi pagi.

"Terus siapa dong yang berat?".

"Kaka, soalnya udah 7 tahun", jawabnya.

"Enam tahun", saya memperbaiki sembari mencari hubungan antara berat badan dan usia.

Aha.. dede bisa membuat kesimpulan sederhana terkait berat badan dan usia antara dia dan kaka, good job dede, mungkin nanti kita bisa membuat rumus persamaannya πŸ‘πŸ™Œ.

Matematika Bakso Tusuk

Pulang sekolah kali ini kaka minta bakso tusuk.

"Empat ya bun", pintanya.

"Tiga aja ya ka", saya mencoba menawar.

"Engga ah, empat", tolaknya.

Huhu, kaka sudah tahu nih mana yang lebih banyak dan lebih mengenyangkan.
Sementara dede yang sebelumnya sudah minta dibelikan susu, ikut tertarik dengan bakso tusuk.

"Aku juga bun, dua ribu aja", pintanya, padahal satu baksonya seribu lima ratus πŸ˜….

Jadi saya membeli dua buah bakso, tapi....

"Kok dua, aku mau kaya kaka", dede protes.

"Lho, kan dua ribu cuma dapat dua de", jawab saya.

Aha!.. dede harus belajar lagi nih konsep penjumlahan matematikanya. Jadilah saya menyempatkan diri ngobrol ringan dengan si bungsu, dan karena spontan jadi saya memakai tangan sebagai alat bantu, bakso? Sudah habis dimakan dede πŸ˜‹.

"Barra punya 2 bakso, tapi ingin jadi 4. Jadi harus tambah berapa bakso?".

"Tiga, satu...", Dede menjawab sekenanya.

"Lihat tangan bunda..", pinta saya sambil mengulang pertanyaan.

"Dua", akhirnya dede menjawab dengan tepat.


  • YeayπŸ‘, nanti kita berlatih lagi ya nak😘.

Selasa, 14 November 2017

Aliran Rasa Bunsay #5

Bismillahirrahmanirrahim.

Membaca...


Pic from Google

Meski dulu saya jadikan membaca sebagai hobi, seiring waktu dan perubahan status.. perlahan mulai saya tinggalkan. Buku fiksi dan komik yang dulu selalu saya lahap cepat, kalah posisi dengan tumpukan kewajiban lain yang terlihat lebih penting. 


Tantangan iqra memastikan saya meluangkan waktu untuk menikmati santapan lezat, meski awalnya hanya beberapa lembar, namun ternyata membuat saya kembali ketagihan. 

Dan, tampaknya saya memang takkan pernah bisa membaca buku, kecuali jika memang saya mengagendakan waktu untuk membaca.
Kini saya kembali menekuri barisan agenda, mencoba menyisipkan waktu membaca. 
Bukan hanya untuk menuhi kepuasan diri, saya menilik ada lebih banyak manfaat dibaliknya, untuk saya maupun bocah-bocah kecil yang sedang giat meniru apa yang saya lakukan.

Sabtu, 04 November 2017

My Journey: Iqra day10

Kembali memasuki akhir pekan, dimana agenda sedikit kendor dan saya memutuskan untuk rehat sejenak dari rutinitas mingguan.

Tak ada agenda luar rumah, cukup menikmati Sabtu dengan aktifitas yang kurang produktif, seperti menonton tv, membaca cerpen misteri dari kaskus.. ya saya membaca fiksi, rasa penasaran mendorong saya untuk membaca dengan cepat hingga tuntas, beda halnya dengan buku non-fiksi yang kemarin harus saya baca berhari-hari.

Namun terasa ada yang salah, saya merasa mulai tak dapat mengendalikan emosi karena ambisi untuk tuntas, saya mudah meledak sesiangan tadi, tampaknya ada yang perlu saya perbaiki disini...πŸ˜“.

Iqra day10

Sore ini kaka memilih membaca sendiri buku Dongeng Tujuh Menit, karya Clara Ng yang berjudul Kancil yang Baik. Seolah melanjutkan lagu anak yang selama ini sering disenandungkan..

"Si kancil anak nakal, suka mencuri ketimun.."

Namun diceritakan bahwa kancil sudah sadar dan ingin memperbaiki imejnya, hihi.. cukup menarik ya idenya.

Kaka membaca hingga tuntas, sesekali saya bertanya mengenai isi cerita padanya, seperti mengapa pak tani tak suka pada kancil. Dari jawabannya, saya merasa kaka cukup paham dengan bacaannya.

Dede yang biasanya selalu ingin tahu saat kaka membaca, kali ini hanya bergabung sebentar, dan malah meminta kertas untuk menggambar. Ok, mungkin nanti malam bisa dicoba dengan cerita atau kisah lainnya.

Jumat, 03 November 2017

My Journey: Iqra day9


Iqra day9

Alhamdulillah, berhasil juga melahap habis Teach Like Finland, yeaaay πŸŽ‰πŸŽ‰πŸŽ‰


Buku yang membahas bagaimana guru-guru Finlandia mengajar murid pada umumnya ini cukup berat, dan ternyata saya perlu sembilan hari lamanya untuk sampai di halaman terakhir.

Sejauh ini saya mungkin hanya bisa berharap kelak sistem pendidikan Indonesia bisa menjadi lebih baik, dan sesuai dengan kebutuhan generasi penerus, tak melulu menomer satukan deretan angka melainkan kebahagiaan siswa.

Buku bacaan anak-anak hari ini tidak banyak, kaka membolak-balik majalah Bustanul Athfal dan membaca beberapa cergam didalamnya, sedangkan dede masih asik memerhatikan buku Aku Jago Menggambar Monster.

InsyaAllah menjelang tidur nanti saya akan membacakan buku kisah Nabi Ishaq untuk anak-anak, rutinitas yang masih terus saya bangun, mudah-mudahan dapat dipetik manfaatnya kelak..

Jelang malam, ternyata saya tidak jadi membacakan kisah nabi, justeru adik saya yang membacakan cerita The Clever Princess (kaka yang memilihnya) untuk anak-anak, meski agak kurang cocok untuk anak-anak, namun ia telah berusaha menerjemahkan dan memperbaiki beberapa bagian agar lebih baik untuk didengar anak-anak. Thanks sist😊.

Kamis, 02 November 2017

My Journey: Iqra day8

Hari ini waktunya menanam buah dan daun anggur. 


Ternyata rekor terbanyak dipegang sama kaka nih. Dia terlihat bangga dengan prestasi membacanya, lanjutkan ya ka! Dede pun senyam-senyum waktu melihat bulir anggurnya bertambah meski sedikit, semangat ya de!



Show, don't tell

Alih-alih mengajak membaca secara langsung, kadangkala kita hanya perlu menunjukkan apa yang kita inginkan dan mereka akan melakukannya tanpa diminta.
Ini yang saya alami ketika membaca Quran. Saya berusaha menyempatkan membaca Quran selepas magrib dan membaca terjemahnya. Dan saya perhatikan, meski masih menunjukkan sikap cuek ketika saya membaca ayat suci, namun ketika tengah membaca terjemahnya saya sering dikejutkan dengan pertanyaan-pertanyaan kaka yang tiba-tiba datang mendekat.
"Zalim itu apa?",  "Cerita Nabi Sulaiman dong bun", dan berbagai pernyataan lainnya yang menunjukkan bahwa kaka berminat dengan terjemah Quran yang saya bacakan.


Iqra day8

Hari ini kaka membaca juz amma surat An Nashr beserta terjemahannya. Dilanjutkan membaca cerpen Tamu Dari Masa Depan, yang terdapat di buku Hujan Warna-warni, seperti biasa dede kemudian ngepoin kakanya πŸ˜….
Malam ini rencananya saya akan bacakan kisah Nabi Ismail sebelum tidur untuk mereka (ternyata akhirnya saya membacakan kisah Nabi Yusuf atas permintaan anak-anak 😊).
Dan sementara itu saya belum mencapai target menuntaskan bab 3, huft... Semoga besok lebih baik ya🌷

Rabu, 01 November 2017

My Journey: Iqra day7

Sudah hampir seminggu aja nih kegiatan membaca dan menanam pohon anggur literasi. Kegiatan membaca, sebenarnya sudah mulai terjadwal, jika hari biasa maka anak-anak akan mulai membaca bada magrib, dan di hari libur ini menjadi lebih fleksibel.

Sementara saya, nah ini dia.. saya masih belum bisa menjadwalkan secara khusus untuk membaca, walhasil target jumlah halaman membaca masih fluktuatif πŸ™ˆ. Pe-eR bertambah nih 😷...

Nah, kapan waktu membuat laporan ini?
Saya ngebut..bener-bener ngebut di saat anak-anak membaca secara mandiri saya memulai dokumentasi. Mengambil gambar yang langsung diedit dengan photogrid utamanya untuk diberi tanggal. Menulis kilat dengan Evernote, baru setelah itu copas dan menggabungkan keduanya di blog.
Dengan catatan, postinglah sebelum ketiduran hehehe.

Lalu bagaimana nasib pohon anggurnya? Saya tidak setiap hari membuat buah dan daun, tetapi tiga hari sekali. Selama tiga hari saya mencatat judul buku yang kami baca, dan setelah tiga hari saat anak-anak sekolah saya baru menanami pohon anggur dengan daun dan buah.

*Sekian curhatnya😘*

Iqra day7

Hari ke-7, seperti biasa selalu diawali dengan pertanyaan:

"Kaka udah baca apa hari ini?"

Nah.. kenapa kaka bukan dede?
Ini karena kaka memang sudah sampai di tahapan bisa membaca mandiri, suka kompetisi, cocok laah buat mancing.

Mancing? Iya, biasanya dede kurang antusias dengan kegiatan membaca, buku fav-nya masih terbatas dan masih belum bisa membaca mandiri.

Dede justru asik dengan pesawat Lego-nya ketika tiba reading time.





Begitu kaka mulai membaca lantang, jengjengjeeeeeng dede perlahan tapi pasti mendekaat, mendekaaat sampai sengaja mbawa teh buat menikmati bacaan kakaπŸ˜‚.

Dan begitu kaka selesai membaca, si buku sudah berpindah tangan.

Oiya, hari ini saya hanya berhasil membaca sekitar 12 halaman buku Teach Like Finland, juga membacakan kisah Nabi Musa buat anak-anak. Sementara bacaan kaka hari ini adalah mio komik yang berjudul Sahabat Baru.