Selasa, 28 Februari 2017

My NiceHomeWork

NHW#3 Membangun Peradaban Dari Dalam Rumah
NHW#3 itu buat saya adalah sebuah proses yang sangat luar biasa, meski  harus terhenti beberapa saat lamanya di bagian membuat surat cinta- yang semestinya mudah-  dan ternyata saya sadari bahwa yang saya butuhkan adalah iringan sebuah lagu di tambah waktu yang tepat.
  1. Love Letter
Jatuh cinta kembali pada sosok suami tak terlalu sukar sebenarnya, mengingat segala hal positif dan kebaikannya sembari sesekali melihat lembaran foto yang merekam saat-saat manis yang kami lalui, kesulitannya justru ketika menuangkan segala rasa dan harapan yang ada dalam diri di lembaran kertas, saya akui saya sama sekali tidak romantis.
img_20170209_003150
Dan saya amat bersyukur saat love letter itu akhirnya selesai dibuat, Alhamdulillah.
Kebetulan ia sudah terjaga dan kami duduk berhadapan, ini memudahkan saya untuk melihat seluruh ekspresi nya. Oh iya, sebelumnya saya sudah bercerita padanya bahwa saya mendapat tugas membuat surat cinta untuknya, namun saya tak mengatakan kalau itu memang akan saya serahkan untuk ia baca. Jadi ia cukup terkejut ketika menerima dua lembaran surat cinta.
Dia mulai menggoda saya dengan membacakan surat cinta itu agar saya ikut mendenganya, saya menguatkan diri untuk tak menutup wajah karena malu, iya, sebenarnya  saya memang pemalu :D.
Beberapa kali ia berhenti membaca dan melihat wajah saya, saya berusaha memasang wajah datar dan berbalik menatapnya -meminta ia membaca hingga tuntas- dengan hati berdebar.
Selesai dengan suratnya, ia kembali menatap saya dan kami berpelukan, entah apa yang ada dalam dadanya, yang saya rasakan hanya satu: syukur.
“Dan,nikmat Allah manakah yang kamu dustakan”…, lanjutnya ia kemudian mengucapkan terima kasih matanya berkaca-kaca. Ia sedikit bercerita bahwa sebenarnya ia sempat merasa ragu jika ia bisa membahagiakan saya dan membuat saya bertahan bersamanya.
Ah, ini menyadarkan saya betapa saya selama hampir 7 tahun berkeluarga, belum membuatnya cukup yakin bahwa saya benar-benar tulus mencintainya. Usia kedekatan kami sebelum menikah sudah cukup lama, sekitar 6 tahun, masa-masa itu memang penuh godaan dan saya berulang kali menyakiti hatinya.
Selama ini saya kesulitan mengungkap segala rasa itu, saya pikir itu tak terlalu penting, namun surat cinta ini memaksa saya mengalirkannya, mengalirkan apa yang selama ini tak saya ungkapkan padanya.
Ketika saya telah menuangkan semua, membiarkannya membaca perlahan aliran rasa itu, saya semakin yakin untuk terus melangkah bersamanya.
Ternyata cinta itu memang perlu diungkapkan..
      2. Potensi diri buah hati
screenshot_2017-02-09-01-45-36
Untuk memetakan potensi kedua buah hati, saya menggunakan teori kecerdasan majemuk Gadrner yang membagi kecerdasan menjadi 9 jenis, yang terdiri atas: kecerdasan linguistic (bahasa), matematis-logis, ruang, kinesthetic, musical, interpersonal, intrapersonal, naturalis dan kecerdasan eksistensial.
Si Sulung, Bumi
Di usia ke-5 tahunnya, ia tumbuh menjadi sosok anak yang pemberani, percaya diri dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Kaka Bumi menunjukkan minat besar pada lingkungan, saya merasa ia adalah seorang naturalis, ia tertarik pada tanaman, begitu detil saat memperhatikan tanaman, mampu menghafal banyak nama tanaman, saat dibiarkan bermain bebaspun ia terlihat lebih antusias saat diajak mengunjungi alam terbuka yang memberinya kesempatan melihat banyak tumbuhan.
Sifatnya yang pemberani membuatnya lebih mudah memulai suatu obrolan, terkadang ia hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menyesuaikan diri bila dibawa ke tempat baru.
Rasa ingin tahunya pada suatu bidang yang ia minati seringkali membuatnya terlihat sebagai sosok anak yang senang belajar di mata saya. Seperti saat ia merasa tertarik dengan kalender, dengan tekun ia terus mempelajari nama bulan, aktif bertanya hingga akhirnya dapat menghafal seluruh nama bulan, bahkan mulai belajar menulis tanpa saya minta.
Si Bungsu, Barra
Di usianya yang ke-4, ia adalah sosok anak yang periang, mudah bergaul dan tekun.
Dede barra, terlihat menunjukkan minat dan terlihat lebih mudah menguasai bidang matematis logis, ini dia tunjukkan dengan ketekunan dan atusiasmenya tiap kali mengerjakan kepingan puzzle. Sesulit apapun dia selalu terlihat bersungguh-sungguh, dan begitu menikmati setiap kali berhasil menuntaskannya.
Sifatnya yang periang dan kesukaannya bercerita membuat Barra cenderung mudah bergaul dengan anak seusianya. Ia juga mudah menangkap ilmu baru yang diberikan, seperti ketika menghafal bentuk huruf latin, huruf hijaiyah dan angka latin.
Tutur bicaranya yang tenang dan kadang dalam seringkali menohok saya sebagai bundanya, seperti saat meminta saya untuk tidak memarahi kakaknya.
Mengapa Allah menakdirkan mereka lahir terpaut hanya 1,5 tahun, menurut saya karena mereka saling membutuhkan. Ya, keduanya saling membutuhkan sebagai teman bermain, belajar, bertengkar, bersaing  bahkan bertumbuh hingga kelak dewasa.
      3. Potensi diri
Saya semakin menyadari, bahwa saya dan suami sebagai pasangan adalah perpaduan dua insan yang tak sempurna namun saling melengkapi.
Sikap cekatan, emosional dan workaholic berpadu dengan sikap tenangan dari suami. Kami berdua sama-sama suka belajar, dan mau menerima koreksi dari pasangan. Beberapa potensi yang kami miliki terlihat muncul pada dua buah hati kami, ya memang buah tak jatuh dari pohonnya.
Kenapa saya menjadi bagian dari keluarga ini adalah untuk menjadi sumber penyemangat dan alarm berjalan untuk ketiga pria saya. Saya memang masih belum sempurna, namun saya ingin bisa terus berpartner dengan suami, mengiringi langkahnya juga langkah kedua buah hati kami menuju kesuksesan di dunia dan akhirat.
         4. Tantangan di depan mata
Saat ini kami masih tinggal bersama orang tua saya, mungkin salah satunya adalah untuk memberi warna bagi kehidupan keluarga kecil kami. Awalnya yang terpikir adalah mungkin memang Allah belum memberikan rejeki rumah tinggal atau mungkin usaha yang kami lakukan belum optimal. Namun setelah saya mencoba kembali mengalirkan rasa, saya semakin yakin bahwa ini memang adalah kehendak Allah.
Kami tinggal di sebuah kompleks, dengan halaman yang takkan cukup untuk memenuhi kebutuhan gerak anak-anak kami yang aktif. Membiarkan mereka bermain diluar rumah adalah menjadi tantangan tersendiri, karena mereka akan dengan mudah bersosialisasi dengan teman yang amat beragam. Beragam cara pengasuhan, beragam bahasa, dan tentunya beragam kebiasaan yang dibawa dari rumah. Hal ini mengharuskan kami untuk sering berkomunikasi dengan Bumi dan Barra, menjelaskan bahwa setiap rumah akan memiliki peraturan yang berbeda. Dan terus mengingatkan mereka untuk memilah mana yang baik serta boleh ditiru maupun yang tidak.
Tinggal disini membuat keluarga kami belajar untuk menguatkan komunikasi dan bersosialisasi baik dengan sesama anggota keluarga, kedua orang tua, maupun dengan tetangga sekitar. berlatih bersabar dan mengasah kemampuan sosial dan perlahan membangun ekonomi.
Dari segi  pendidikan agama, khususnya pembiasaan sholat di masjid, saya merasa cukup kesulitan mengajarkan kedua buah hati kami, sedangkan suami yang bekerja di luar kota membuat intesitas pertemuan ayah dan anak cukup jarang. Alhamdulillah, disini peran kakek sangat membantu, beliau begitu rajin mengajak kedua cucunya untuk shalat di masjid.

Refleksi diri
Sebenarnya saya hanya dapat menduga-duga, apa yang sebenarnya Allah inginkan dari keluarga kecil kami. Saya yakin di sepanjang perjalanan hidup saya, bahwa Allah selalu memberi di saat yang tepat, setiap perjumpaan dan perpisahan bahkan daun sehelai daun yang jatuhpun terjadi atas kehendak Allah.
Kami disini seolah diberi waktu untuk belajar, saling mengenali diri, menjalin ikatan kekeluargaan, lebih memahami cara bermasyarakat yang baik, serta mengembangkan hal-hal yang pasti kelak akan menjadi sesuatu yang amat kami butuhkan insyaAllahsesuatu yang besar. Itu semua agar kami menjadi hamba Allah yang senantiasa bersabar dan bersyukur juga dapat mengantar dan mendidik dua buah hati kami menjadi calon pemimpin yang taat pada-Nya.
Wallahu a’lam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar