Kamis, 11 Mei 2017

Family: Kesehatan

Nurita Azizah Rachman
Operasi ACL RSHS


Kesibukan di Awal April

Awal April lalu, merupakan hari-hari yang sibuk, ditengah rencana untuk ikut membantu dalam kepanitiaan wisuda MIIP batch#3, saya mendapat kabar bahwa suami mendapatkan ruang rawat inap di RSHS setelah menunggu sekian lama untuk operasi ACL-nya. Demi fokus, akhirnya saya melepaskan diri dari kepanitiaan, dan fokus dengan keperluan keluarga.

ACL rupture

Sekitar bulan september 2015, suami mengalami cedera lutut saat main futsal, ceritanya sih mau menendang, tapi sepertinya gerakan memutarnya agak berlebihan sehingga kaki terasa sakit dan terjatuh.
Awal-awalnya sih mencari tukang urut, tapi karena tidak ada perubahan, akhirnya suami mencari tahu gejala sakitnya dengan browsing via internet, kesimpulan sementara mengarah ke cedera ACL.
Sedikit penjelasan tentang cedera ACL yang diambil dari Jakarta Knee Center, adalah sebagai berikut:
Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah urat di dalam sendi yang menjaga kestabilan sendi lutut. Umumnya ACL dapat cedera apabila saat sedang lari  mendadak berhenti kemudian berputar arah sehingga menyebabkan lutut terpuntir atau lompat dan mendarat dengan posisi lutut terpuntir.
Setelah paham bahwa cedera jenis ini hanya dapat ditangani dengan operasi, jadi suami mulai serius mencari info tentang operasi ACL.
Ternyata operasi ini termasuk jenis operasi yang ditanggung bpjs. Jadi mulai April 2016, suami mulai memeriksakan kesehatan kakinya mulai dari meminta rujukan dari faskes-1 (puskesmas dekat rumah), faskes-2 (RS Santo Yusuf), selanjutnya dirujuk ke RS Ujung Berung, hingga akhirnya sampai di RS Hasan Sadikin Bandung.
Untuk wara-wiri mengurus rujukan ini tidak sedikit waktu yang dikorbankan. Memasuki faskes ke-2 dan seterusnya, suami selalu datang lebih awal untuk mengurus antrean, bahkan saat mengantre di RSHS ia rela berangkat bahkan sebelum subuh. Pendaftaran antrean BPJS sendiri baru dibuka pukul 7 pagi, tapi untuk bisa dapat antrean awal memang harus rela ‘membuang’ waktu lebih pagi.
Meski akhirnya tinggal mengecek ketersediaan kamar rawat inap, ternyata suami mendapat kendala dengan pekerjaan yang tak dapat ditinggal dan beberapa kendala lain, beberapa kali suami masuk list sayangnya belum bisa diambil.
Akhirnya tgl 3 April 2017 suami berkesempatan mengecek lagi ketersediaan kamar dan kebetulan saat itu juga ada kamar rawat inap yang kosong.  Tanpa pikir panjang, dan setelah hampir 2 tahun lamanya menahan sakit dan tidak bisa bergerak bebas, ia segera mengiyakan untuk mengambil kamar kosong tersebut. Oiya, sebagai informasi, begitu dapat kamar rawat inap, maka pasien harus tidak boleh keluar dari RS. Agak bingung juga karena suami saat itu cuma bawa diri, akhirnya saya yang bolak-balik mengantar kebutuhan pakaian dan beberapa barang lain yang dibutuhkan selama di rumah sakit.

Operasi dan Pasca Operasi

Sebenarnya agak kesal juga harus luntang-lantung menunggu di dalam RS selama..10 hari, setelah menunggu hampir dua minggu di dalam RS, suami akhirnya mendapat jadwal untuk melaksanakan operasi tanggal 13 April 2017.
Rabu malam sekitar pukul 22.00, suami mulai diberi semacam obat penenang dan diinfus, selanjutnya mulai berpuasa pada pukul 6 keesokan paginya.
Jadwal operasi sebenarnya jam 13, tapi suami baru diantar ke ruangan operasi sekitar pukul 14 kurang. Bagaimana keadaan di ruang operasinya saya kurang paham tapi setelah mengantar suami ke dalam ruang operasi, giliran saya menunggu didepan ruang operasi. Kenapa tidak kembali ke kamar atau jalan-jalan? Hehe, bisa sih, kalau yang mendampingi ada lebih dari satu orang, karena perlu satu orang untuk standby di area depan ruang operasi jika sewaktu-waktu dipanggil untuk mengambil kekurangan darah atau peralatan.
Saya sendiri sih hanya dipanggil 2 kali, yaitu saat menyerahkan lembaran data (rontgen, ctscan, mri) dan terakhir saat diberi cd proses operasi kira-kira sekitar pukul setengah 6 sore. Saat itu dokter memberi tahu bahwa operasi berjalan lancar dan tinggal menunggu pasien siuman.
Menit berganti jam, dan suami akhirnya kembali ke ruang rawat sekitar pukul 9 malam, suami bercerita bahwa sebenarnya ia sudah sadar sekitar pukul 7 malam, namun memang harus menunggu untuk bisa kembali ke ruang rawat inap.
Saat itu proses puasa masih berlanjut hingga pukul 6keesokan paginya, buka puasa dimulai dengan meminumkan air putih sebanyak 1 sendok makan, setiap 15 menit selama satu jam, karena tidak merasa mual maka suami diizinkan minum seperti biasa. Makanan pun sudah mulai masuk, dengan catatan teksturnya lembut. Hari pertama pasca operasi, tubuh sepenuhnya belum bisa ditegakkan, meski suami meminta dibantu duduk namun hanya sebentar saja.
Hari ke-2 ia mulai duduk lebih lama tubuhnya mulai dapat digerakkan ke kiri dan kanan, dan konsumsi makanan kembali seperti semula.
Di hari ke-3, suami mulai beranjak dari tempat tidur, meski hanya untuk pergi ke toilet dan dengan dibantu kursi roda.
Senin, hari ke-4 pasca operasi, pagi itu kami dapat informasi bahwa suami sudah boleh pulang dari RS, suami sudah mulai belajar berjalan dengan kruk 2 lengan dan mengenakan kneebrace (10°) di kaki kanan.
Ba'da dzuhur, petugas RS bagian administrasi membantu proses kepulangan kami, mulai dari ke ruangan rontgen untuk cek akhir, lalu saya diberi semacam surat pengantar untuk mengambil resep ke depo dan mengurus administrasi di bagian kasir, tentunya setelah men-copy beberapa dokumen. Tidak ribet, bener deh, selama dokumen lengkap, dan memang tidak ada lagi tagihan-tagihan yang harus dibayar. Dari struk yang mampir, jenis operasi ACL kemarin menelan biaya sekitar Rp54 juta.
Selesai dengan administrasi (tak sampai 1 jam), kami sudah bisa keluar dari RS sembari menenteng oleh-oleh (baca: obat) untuk nyeri, mual dan antibiotik.
_20170509_144602_113.jpg
3 minggu pasca operasi ACL
Sudah selesai? Ya, dengan rumah sakit sudah.
Tindak lanjut dari operasi ini adalah dengan kontrol di pekan berikutnya, saat itu kami mengambil tempat di RS Borromeous. Belum ada proses buka jahitan, hanya ganti perban, menaikkan sudut kneebrace ke 30° dan pembelian obat (anti biotik, anti nyeri dan kalsium untuk tulang), biayanya? Sekitar Rp700ribu untuk obat dan Rp400ribu untuk pemeriksaan dokter.
Jadwal selanjutnya adalah membuka jahitan di minggu ke-2 pasca operasi, tak ada obat yang diberikan dan sudut kneebrace dinaikkan ke 60°.
Proses selanjutnya adalah pemulihan, dokter menyarankan fisioteraphy, banyak juga referensi bila kita mencari dari youtube.


3 komentar:

  1. Assalamualaikum
    Saat ini keadaan saya sama seperti suami ibu sebelum operasi,udh pernah di periksa rs Santosa dan di diagnosis putus ACL,kalo mau di operasi gk bisa d cover BPJS semua,alhasil karena keterbatasan biaya sudah 2 tahun kaki saya belum di tindak lanjuti.Tapi setelah melihat postingan ibu,saya jadi ingin coba ke RSHS.Tapi apakah bener d RSHS d cover bpjs semua nya? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, suami saya dicover bpjs sepenuhnya (saya juga berulang kali bertanya, dan memang hingga pulang tidak dapat tagihan apa2, kebetulan saya sendiri yang wara-wiri mengurus kepulangan).
      Tapi memang prosesnya lama, karena harus runut bolak-balik diperiksa dari fasil1 hingga nanti dapat rujukan ke RSHS.

      Hapus
  2. Mba.. Dari mulai daftar mau operasi di rshs sampei ke waktu pelaksanaan operasi nunggu brapa lama mba? Sy pernah denger bisa smpe 6bln. Tks

    BalasHapus