Rabu, 31 Mei 2017

Resume Materi Kelas Bunda Sayang Sesi#1

Institut Ibu Profesional
Fasilitator: Ainun Analisa
Ketua Kelas: Lisna Sari Fitriani
Sekretaris: Nurita Azizah Rachman
Koordinator Bulanan: Miranti Banyuning Bumi

πŸ“šKOMUNIKASI PRODUKTIF

Selisih paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara penyampaiannya. Maka di tahap awal ini penting bagi kita untuk belajar cara berkomunikasi yang produktif,  agar tidak mengganggu hal penting yang ingin kita sampaikan,  baik kepada diri sendiri,  kepada pasangan hidup kita dan anak-anak kita.


KOMUNIKASI DENGAN DIRI SENDIRI

Tantangan terbesar dalam komunikasi adalah mengubah pola komunikasi diri kita sendiri. Karena mungkin selama ini kita tidak menyadarinya bahwa komunikasi diri kita termasuk ranah komunikasi yang tidak produktif.

Kita mulai dari pemilihan kata yang kita gunakan sehari-hari.

Kosakata kita adalah output dari struktur berpikir  dan cara kita berpikir

Ketika kita selalu berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita juga kata-kata positif, demikian juga sebaliknya.

Kata-kata anda itu membawa energi, maka pilihlah kata-kata anda

Kata  masalah gantilah dengan tantangan

Kata Susah gantilah dengan Menarik

Kata Aku tidak tahu gantilah Ayo kita cari tahu

Ketika kita berbicara “masalah” kedua ujung bibir kita turun, bahu tertunduk, maka kita akan merasa semakin berat dan tidak bisa melihat solusi.

Tapi jika kita mengubahnya dengan “TANTANGAN”, kedua ujung bibir kita tertarik, bahu tegap, maka nalar kita akan bekerja mencari solusi.

Pemilihan diksi (Kosa kata) adalah pencerminan diri kita yang sesungguhnya.

Pemilihan kata akan memberikan efek yang berbeda terhadap kinerja otak. Maka kita perlu berhati-hati dalam memilih kata supaya hidup lebih berenergi dan lebih bermakna.

Jika diri kita masih sering berpikiran negatif, maka kemungkinan diksi (pilihan kata) kita juga kata-kata negatif, demikian juga sebaliknya.


KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN

Ketika berkomunikasi dengan orang dewasa lain, maka awali dengan kesadaran bahwa “aku dan kamu” adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu.

Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.

Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) yang berbeda dengan kita.

FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll.

FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.

FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya.

Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa, karena FoE dan FoR nya memang berbeda.

Komunikasi dilakukan untuk MEMBAGIKAN yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya.

Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA

Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu,  pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.

Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.

Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; bila Nalar panjang - Emosi kecil; bila Nalar pendek - Emosi tinggi

Komunikasi antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar.

Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.

Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa --sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali-- maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.

Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan baik.

Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.

Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi Anda dan pasangan:

1. Kaidah 2C: Clear and Clarify

Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.

Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.

2. Choose the Right Time

Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang diinginkannya, dll.

3. Kaidah 7-38-55

Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi.

Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).

Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda mengatakan "Aku jujur. Sumpah berani mati!" namun matanya kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai?

Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.

4. Intensity of Eye Contact

Pepatah mengatakan mata adalah jendela hati

Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.

5. Kaidah: I'm responsible for my communication results

Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.

Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.

Perhatikan senantiasa responnya dari waktu ke waktu agar Anda dapat segera mengubah strategi dan cara komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat timbulnya rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.


KOMUNIKASI DENGAN ANAK

Anak –anak itu memiliki gaya komunikasi yang unik.

Mungkin mereka tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah meng copy

Sehingga gaya komunikasi anak-anak kita itu bisa menjadi cerminan gaya komunikasi orangtuanya.

Maka kitalah yang harus belajar gaya komunikasi yang produktif dan efektif. Bukan kita yang memaksa anak-anak untuk memahami gaya komunikasi orangtuanya.

Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua, sehingga sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka.

Bagaimana Caranya ?

a. Keep Information Short & Simple (KISS)

Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk

⛔Kalimat tidak produktif :

“Nak, tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.

✅Kalimat Produktif :

“Nak, setelah mandi handuknya langsung dijemur ya”  ( biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan informasi yang lain)


b. Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah

Masih ingat dengan rumus 7-38-55 ? selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuh

⛔Kalimat tidak produktif:

“Ambilkan buku itu !” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)

✅Kalimat Produktif :

“Nak, tolong ambilkan buku itu ya” (suara lembut , tersenyum, menatap wajahnya)

Hasil perintah pada poin 1 dengan 2 akan berbeda. Pada poin 1, anak akan mengambilkan buku dengan cemberut. Sedangkan poin 2, anak akan mengambilkan buku senang hati.


c.  Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan

⛔Kalimat tidak produktif :

“Nak, Ibu tidak ingin kamu ngegame terus sampai lupa sholat, lupa belajar !”

✅Kalimat produktif :

“Nak, Ibu ingin kamu sholat tepat waktu dan rajin belajar”


d.  Fokus ke depan, bukan masa lalu

⛔Kalimat tidak produktif :

“Nilai matematikamu jelek sekali,Cuma dapat 6! Itu kan gara-gara kamu ngegame terus,sampai lupa waktu,lupa belajar, lupa PR. Ibu juga bilang apa. Makanya nurut sama Ibu biar nilai tidak jeblok. Kamu sih nggak mau belajar sungguh-sungguh, Ibu jengkel!”

✅Kalimat produktif :

“Ibu lihat nilai rapotmu, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada yang bisa ibu bantu? Sehingga kamu bisa mengubah strategi belajar menjadi lebih baik lagi”


e. Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi “BISA”

Otak kita akan bekerja seseai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak akan bekerja mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut. Setelah semua data faktor penyebab ketidakbisaan kita terkumpul , maka kita malas mengerjakan hal tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakbisaan sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan membukakan jalan otak untuk mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita BISA menjalankannya.


f. Fokus pada solusi bukan pada masalah

⛔Kalimat tidak produktif :

“Kamu itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulangkali ibu ingatkan, kembalikan mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan, rasain sendiri!”

✅Kalimat produktif:

“ Ibu sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih dahulu”.


g. Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan

Berikanlah pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu dipuji dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan asal kritik saja. Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik pribadi anak tersebut.

⛔Pujian/Kritikan tidak produktif:


“Waah anak hebat, keren banget sih”

“Aduuh, nyebelin banget sih kamu”


✅Pujian/Kritikan produktif:

“Mas, caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima kasih ya nak”

“Kak, bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”


h. Gantilah nasihat menjadi refleksi pengalaman

⛔Kalimat Tidak Produktif:

“Makanya jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa, sehingga pagi tinggal berangkat”

✅Kalimat Produktif:

“Ibu dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat ini, rasanya sedih dan kecewa banget, makanya ibu selalu mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari menjelang tidur.


I. Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi

⛔Kalimat tidak produktif :

“Belajar apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?

✅Kalimat produktif :

“ Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini,sepertinya  bahagia sekali di sekolah,  boleh berbagi kebahagiaan dengan ibu?”


j. Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati

⛔Kalimat tidak produktif :

"Masa sih cuma jalan segitu aja capek?"

✅kalimat produktif :

kakak capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?


k. Ganti perintah dengan pilihan

⛔kalimat tidak produktif :

“ Mandi sekarang ya kak!”


✅Kalimat produktif :

“Kak 30 menit  lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi,  baru mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat


Salam Ibu Profesional,
/Tim Bunda Sayang IIP/


Sumber bacaan:

Albert Mehrabian, Silent Message : Implicit Communication of Emotions and attitudes, e book, paperback,2000

Dodik mariyanto, Padepokan Margosari : Komunikasi Pasangan, artikel, 2015

Institut Ibu Profesional, Bunda Sayang : Komunikasi Produktif, Gaza Media, 201 4

Hasil wawancara dengan Septi Peni Wulandani tentang pola komunikasi di Padepokan Margosari
--------------------------------------------------

Sesi Tanya- Jawab

Pertanyaan:
1⃣ Ketika timbul masalah untuk menghindari emosi apakah efektif jika diskusi dilakukan lewat text seperti diskusi lewat whats app ato aplikasi lainnya?

-Poppy Rosmania-

Jawaban:
1⃣ teh Poppy, dalam hal ini teh poppy sendiri bisa mengukurnya apakah penyelesaian masalah ini cukup via tulisan atau bertemu langsung.

Kita masih ingat kaidah 7-38-55 ya. Keberhasilan komunikasi ditentukan 7% aspek verbal, 38% intonasi dan 55% bahasa tubuh.

Dan komunikasi antara orang dewasa berpijak pada nalar. Maka, baik komunikasi via tulisan atau langsung, selayaknya mengedepankan nalar daripada emosi, berdasar pada fakta/data utk problem solving.

Karena ketika emosi berada di puncak amarah, sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana. Yang ada hanya suara bersahut-sahutan berebut benar.

Tenangkan diri, kumpulkan nalar, lalu berkomunikasilah. ✅


Pertanyaan:
2⃣Apakah bisa memperbaiki komunikasi yang kurang produktif di masa lalu, yang sudah terlanjur tertanam? (Misalnya sekarang usia anak sudah memasuki masa remaja)
Bisakah diperbaiki teh?
Terimakasih.. πŸ™‚

-Prita Annisa-

Jawaban:
2⃣ Karakter remaja  seperti orang dewasa, tidak mau diatur atau diperintah.

Maka jadilah sahabat yg baik baginya teh, lakukan penyelarasan FoR dan FoE terus menerus, dg sering main dan berkegiatan bersama. Perlahan lakukan komunikasi menggunakan nalar layaknya orang dewasa. ✅

Tanggapan:


Jawaban:
Teh Prita, saya ingat nasehat pak dodik saat berkunjung ke surabaya tahun lalu, katanya kalau anak sdh aqil baligh, tirakat dan doa org tua jd yg utama teh..✅


Pertanyaan:
3⃣
1. Bagaimana supaya kita ga ngerasa gendok pada saat sedang bicara serius pada suami,  tapi respon suami seolah tak peduli atau malah guyon yg ga nyambung dgn pembicaraan kita?

2. Kadang kekesalan pada suami berdampak juga pada cara saya bicara dgn anak2, bagaimana supaya saya bisa tetap dalam kondisi "waras" ketika berhadapan dgn anak2 sedangkan kondisi emosi saya sedang "tak stabil"?

3. Saya kadang bingung memilih kata2 yg tepat ketika berbicara dgn anak,  adakah teteh2 punya pengalaman yg sama?  Bagaimana caranya,  atau adakah referensi buku yg bisa sy baca utk belajar mengolah kata2 agar komunikasi lebih produktif?

-Neno-

Jawaban:
3⃣ teh Neno tersayang, pahamilah bahwa FoR dan FoE suami dan kita berbeda. Misal: apa yg dianggap kita penting, belum tentu bagi suami penting, krn perbedaan sudut pandang td.

Langkah awal samakan FoR dan FoE (kesepahaman) dg sering berkegiatan bersama. Main..main..main..

Tidak perlu banyak cerita dulu. Amati di waktu-waktu mana yg tepat utk ngobrol.

2. Saya teringat pesan bu septi, kalau sedang marah jangan dekat-dekat sama anak.

Pilih dimana tempat yg bisa menyalurkan amarah kita atau back stage. Setelah selesai marah, kembalilah pada anak-anak dan teh Neno sudah berada di on stage.

3. Di materi ada 13 cara berkomunikasi dg anak. Silakan dipahami perlahan lalu di praktekkan pelan-pelan. Dg izinNya, semoga sukses ya tetehπŸ€—✅

Pertanyaan:
4⃣ Assallam, saya nenih mau nanya th, anak saya laki laki umur 5 tahun, sebelum ny saya adalah anak dr bapa yg pemarah dan gk sabaran, dr situ sya juga jd gk sabaran, efeknya saya jd gk sabaran dlm mendidik anak dn cenderung memaksa kn sesuatu, dr matrikulasi sebelumnya sya bisa meningkatkan tingkat kesabaran sya, tp kok blm sepenuhnya hilang ya, komunikasi produktif sya sma ank jg terganggu, dn anak sya pun meniru jd gk sabaran, sya harus gimana dan dr mna mulai memperbaikinya. Nuhun

Jawaban:
4⃣ Wa'alaikumsalam wr wb teh Nenih,

betul anak mungkin tidak mengerti apa yg kita ucapkan. Namun anak tidak pernah salah mencopy apa yg kita lakukan.

Maka prinsip di IIP, _for things to change, I must change first_

Kalau mau anak berubah, maka diri kita lah yg berubah terlebih dahulu.
Yuk jadikan value ini sbg _moral character_ kita teh.. ✅

Pertanyaan:
5⃣ Ada banyak point penting yang saya temukan setelah mengunyah materi dan menyimak video. Dan saya sadari banyak kekurangan dari cara komunikasi saya selama ini.
Baiknya, saya memulai dari mana ya? adakah saran agar bisa mengaplikasikan komunikasi produktif dengan baik dan menyeluruh? (Khususnya pada bagian komunikasi dengan anak)

-Nurita-

Jawaban:
5⃣ Teh Nurita,

Mulailah dg memahami komunikasi produktif di dalam materi.

Lalu praktekkan, mulai dari hal-hal kecil di sekitar kita, komunikasikan dg produktif kepada suami dan anak.

Contoh : menerapkan KISS. Coba berkomunikasi secara singkat dan jelas kpd anak dg intonasi dan bahasa tubuh yg sesuai.


Nanti kita akan langsung praktek di Tantangan 10 hari ya teh😊

Pertanyaan:
6⃣Assalamualaikum mba ainun..sy punya 3 pertanyaan terkait berkomunikasi dengan anak..oiya..anak sy perempuan usia 21 bulan
1. Terkadang ketika kita mencoba mengingatkan anak ketika berbuat salah..anak sy malah menangis seakan tidak terima telah dinasehati..padahal sy sudah berusaha mengatur intonasi suara..bagaimana caranya supaya ini tidak terulang lagi?

2. Apakah membujuk anak utk melakukan sesuatu (misal mandi atau makan) dengan mengiming-imingi sesuatu itu termasuk komunikasi yg produktif? (Misal: "ayo kita main kapal2an sambil mandi", dsb)

3. Untuk anak sy yg belum bisa mengerti pola waktu(jam/menit) bagaimana caranya untuk membujuk anak menghentikan kegiatannya?

Terima kasih sebelumnya..

Jawaban:
6⃣ 1. Usia anak-anak memang sebaiknya diberikan apresiasi daripada diingatkan kesalahannya teh, itu lebih membekas dan akan semangat utk berusaha lagi. Begitu nasehat bu septi.
2. "ayo kita main kapal2an sambil mandi.." ini bukan membujuk, tetapi mengajak mandi sambil bermain..tidak apa-apa teh..

Lebih baik lg jika diberitahu mandi itu utk apa, manfaatnya apa, agar apa, dst. Harapannya dg sadar anak mau mandi. Dan ini butuh proses..pelan-pelan insyaAllah anak paham. Yang penting tdk boleh memaksakan.
3. Dilatih dg melakukan kesepakatan. Saya pernah praktekkan ini waktu si kecil belum berumur 2 tahun,

"5 menit lg mandinya selesai ya sayang.."
Setelah 5 menit sy sampaikan padanya, ternyata berhasil.

Pernah juga saya katakan, "itu tangannya sudah keriput.." lalu dia lihat tangannya, dan mau diajak selesai mandi. Coba memahamkan pada nya mengapa Ia harus selesai mandi.

Selamat berkreasi bersama si kecil ya bunda 😊 ✅

Pertanyaan:
7⃣ Sy LDR dgn suami jd ketemu cuma seminggu sekali, kadang klo udh ketemu susah utk we time nya..suami lebih ky kecapean jd seringny fokus ke gadget. Gmn menanganiny ya? Soalny kdg udh sy ingetin tp mgkn krn udh kebiasaan jd aja selalu balik lg ke gadget dan berefek ke ngasuh anak sih, jd kdg anak rewel dikit ma suami kasih tontonan pdhl sy pribadi gamau.

-Karina-

Jawaban:
7⃣ Teh Karina, perbedaan sudut pandang suami istri krn FoR dan FoE berbeda. Sering main dan ngobrol utk menyelaraskannya.

Maka LDR perlu memperkuat komunikasinya dg berbagai media teh. Pahami komunikasi tulisan dan investasikan pulsa utk ngobrol min.1x/minggu utk membentuk kesepahaman.

Coba kalau sampai rumah ajak main yg seru, mengunjungi tempat-tempat menyenangkan. Kadang dari situ suami istri jd makin paham.✅

Pertanyaan:
8⃣ Nama saya maya. Sy ada masalah komunikasi dgn anak sy pertama (6 th). Kadang2 dia ada mispersepsi, terutama jika sedang berkonflik dgn tmn atau adiknya. Kata gurunya, ada hub nya dgn motoriknya yg blm terstimulus dgn baik, shg mempengaruhi ke fokus dan persepsi sosialnya. Bagaimana komunikasi yg tepat utk anak saya ini ya teh? Terimakasih.

Jawaban:
Teh Maya, sependek pemahaman saya umur 0-7 tahun adalah masa emas membangkitkan fitrah bahasa anak. Nah itu diperoleh melalui bahasa ibu.

Bahasa Ibu adalah bahasa dimana Ayah dan Ibunya sangat fasih dan baik dlm mengekspresikan fikiran dan perasaan baik verbal maupun non verbal melalui suatu bahasa.

Kegagalan mengekspresikan gagasan dan perasaan, kegagalan menangkap makna dari ekspresi seseorang baik tutur maupun gestur dan seterusnya sangat berpengaruh pd keseluruhan konstruksi jiwa dan fitrah anak-anak kita (Buku FBE, hal 259)

Maka sering-seringlah mengungkapkan apa yg dirasakan, dilihat dan dilakukan (Ibu bertutur, bernarasi, bercerita) akan suatu hal kpd anak, berdialog dg anak merespon setiap emosinya dg tepat, membantu anak menamai setiap emosi yg dirasakannya, mjd pendengar yg baik.

Yg pada puncaknya anak mampu mengekspresikan apa yg dirasakan, dialami, dilihat dg baik. ✅
--------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar