Kamis, 01 Juni 2017

My Journey: Menaklukan Hambatan Komunikasi

Games: Komunikasi Produktif day 0


Akhir bulan Mei dibuka manis dengan tantangan 10 hari materi komunikasi produktif, ya saya kembali memasuki kelas Bunda Sayang Intitut Ibu Profesional.
Dari sekitar 16 poin yang dapat dipilih, poin mengendalikan emosi yang saya ambil sebagai tantangan pertama.

Sejujurnya alasan utamanya adalah saya masih merasa kesulitan mengendalikan amarah. Saya pernah berusaha membuat tantangan mengendalikan emosi, sayangnya belum konsiten dan tak terdokumentasi dengan baik, akibatnya hasilnyapun tak optimal.

Kali ini ibarat sekali merengkuh dayung, sembari mengerjakan tugas sekaligus diniatkan sebagai ibadah di bulan ramadhan, semoga dapat membantu saya dalam memperbaiki manajemen emosi diri.

Untuk menjalankan tantangan mengendalikan emosi, saya akan mempraktikkan metoda yang dijelaskan oleh bubu wiwik di acara kopdar kelas matrikulasi batch#3 IIP resume sharing kopdar , yaitu:

Temukan Pemicukenali signalambil jarakkomunikasikan ke anak: ibu perlu waktu menenangkan dirireleasingbernafas sadar

Bentuk kegiatan yang saya lakukan untuk evaluasi adalah:  di akhir hari menjelang tidur saya akan menanyakan pada suami dan kedua anak saya, apakah saya membentak, menyakiti secara fisik, atau marah pada mereka. Mereka dapat menempelkan emoticon 😊 atau 😠 sesuai dengan pendapat masing-masing di lembaran evaluasi
.
Saya dapat melanjutkan ke point selanjutnya jika konsisten mendapatkan 😊 di 3 kotak secara vertikal selama 3 hari berturut-turut.

Sebelumnya tentang komunikasi yang saya lakukan (pre games 1)

Saya mungkin termasuk ibu yang cerewet pada anak, saya bisa berbicara perlahan namun bisa juga semakin cepat dan intonasi meninggi saat marah. Seberapa sering saya marah? Mungkin cukup sering, karena saya perhatikan kedua anak saya tak jarang bicara berteriak baik saat gembira (oke, ini wajar) dan saat sedang marah (ini yang membuat saya khawatir).
Pada dasarnya saya pendiam dan lebih suka jika berkomunikasi tertulis, apalagi jika menyampaikan uneg-uneg pada suami, dan saya tidak suka jika diminta mengulang-ulang kata-kata (tapi saya tau, tak selamanya komunikasi tulis berjalan tanpa hambatan).

Curhat ala diary

Pagi hingga siang, saya dapat berkomunikasi dengan baik khususnya dengan kaka, mencoba mengobrol dengan metode observasi, dan memang kaka lebih terbuka menceritakan kegiatan sekolahnya. Sayangnya siang menjelang sore, seiring tubuh yang mulai lelah dan lapar (hehehe), kesabaran menurun, dan entah seolah tahu keadaan saya, anak-anak justru semakin aktif memancing marah, dan saya meledak sore itu. Muncul pikiran untuk segera mengganti poin dengan yang lebih mudah untuk dilakukan, namun setelah berkali-kali membaca.. ya.. memang poin terpentinglah yang justru harus ditaklukkan.

Mungkin akan menjadi salah satu tantangan yang paling menantang di minggu ini, bismillah...

Hal yang menarik itu adalah, saya semakin menyadari, saat sedang tidak marah dan dapat menggunakan nalar dengan baik, tanpa banyak kesulitan dapat memilih diksi yang baik ketika bertutur.
Sayangnya ketika terpicu untuk marah (saya masih kesulitan tuk menghindar), saya menemukan diri melakukan komunikasi tak produktif: bicara cepat dengan nada yang meninggi.

Saya belajar untuk menahan emosi, tapi rasanya masih gagal, belum ada perubahan signifikan di hari ini. Hari ini saya belum konsisten mengambil jarak ketika pemicu marah datang. Saya berpikir untuk mengganti saja dengan poin yang terlihat lebih mudah, namun tiba-tiba suami menunjukkan sebuah video tuk saya simak


Marah memang memendekkan nalar, membuat kata yang tak layak, dapat terlontar dengan mudah. Kata-kata bisa membangun bahkan menghancurkan masa depan seorang anak, maka dari itu lebih baik diam ketika marah.

Tampaknya saya harus kembali lagi, berusaha lebih keras tuk mengalahkan tantangan ini.
#level1
#day0
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip


Tidak ada komentar:

Posting Komentar