Games: Komunikasi Produktif day 10
Bismillah,Hari ke-10 tantangan..
Jelas memberikan kritikan atau pujian.
Mengenai pujian dan kritikan, di usia kanak hingga remaja, saya jarang mendengar pujian dari orang tua diucapkan langsung di kepada saya.
Saya yakin, bukan berarti saya tak pernah membahagiakan atau membanggakan mereka, namun lebih pada 'kebiasaan' untuk tak memberi pujian secara langsung pada anak.
Menjelang remaja saya malah menemukan bahwa adanya tradisi untuk mengatakan hal yang sebaliknya di kalangan buyut.
Misalnya mengatakan 'koe kok elek men to cah' (red: kok kamu jelek sekali sih nak), padahal maksudnya adalah yang sebaliknya (ibu yang menjelaskan ketika saya menanyakan maksudnya, soalnya saya ngga merasa jelek-jelek amat, hehehe). Atau menemukan wajah gelisah pada ibu saat tahu saya mendapat peringkat atas dikelas, sesuatu yang amat jarang saya raih sebenarnya. Agak aneh tapi itu yang saya alami ketika kanak-kanak hingga remaja.
Saat itu terjadi saya bingung, sebenarnya apa sih yang mereka inginkan dari saya, apa ya yang bisa membuat mereka bahagia. Akhirnya saya menjadi individu yang tak peduli dengan pujian, karena tak tebiasa mendengar dan mengucapkannya.
Efeknya, hm..saya kesulitan memberi pujian secara lisan baik pada anak didik saya dulu, pada relasi, pada pasangan maupun pada anak sendiri, sedihnyaa..😢.
Kadang ada pikiran buruk terlintas ketika seseorang memberi pujian, ini tulus atau mereka sedang mengatakan yang sebaliknya?.
Meski konon terlalu sering mendapatkan pujian yang tak spesifik dapat menumbuhkan mental anak pencari pujian. Tapi anak yang tumbuh dengan sedikit pujian akan tumbuh menjadi sosok yang merasa tak dihargai.
Bagaimana dengan kritikan? Saya masih kebagian merasakan kritikan yang tak spesifik. Tak perlu mungkin panjang lebar soal ini, karena bukan hal yang menyenangkan untuk diceritakan, meski tulisan diataspun bukan sesuatu yang menyenangkan untuk ditulis.
Yang terbaik adalah memberi pujian maupun kritik secara spesifik.
Susahkah tantangan ini?, Bagi saya iya, ya atuh namanya juga tantangan. Tapi kalau tak diubah, nantinya anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang seperti saya.
So, i must change my self first.
Belajar memaafkan masa lalu, dan belajar memuji maupun mengkritisi secara spesifik.
Curhat ala diary
Sebenarnya, banyak hal-hal kecil yang dapat dijadikan momentum untuk memberi pujian, yang selama ini terabai.
Misalnya pagi ini, kaka bilang perutnya sakit dan segera minta tolong dibantu ke kamar mandi. Fyi, sehari kemarin kaka agak diare, sering kali celananya sudah kotor dan tak memberi tahu saya. Jadi untuk saya ini adalah sebuah keberhasilan kecil kaka hari ini, layak diapresiasi.
"Sakit perutnya terasa ya ka, bunda senang karena kaka langsung bilang, jadi celana kaka tidak kotor".
Kaka terlihat tersenyum senang, apalagi ketika saya menunjukkan celananya yang masih bersih.
Begitu pula ketika saya meminta kaka mematikan lampu, dan ia segera melakukannya.
"Bunda senang, karena kaka mau mendengarkan dan langsung mengerjakan yang bunda minta, makasih ya ka", meski kali ini ia terlihat biasa saja karena tangannya sibuk menulis.
Tak hanya pujian, saya pun menyampaikan padanya, bahwa ia tak mendapat izin meminjam hp saya nanti sore, karena tak menepati janji pada saya.
Fyi, belakangan kaka dan dede sesekali meminjam hp untuk belajar mengetik, mengirim pesan, gambar atau suara. Saya tak keberatan, selagi saya memang tak menggunakan dan bisa mengawasi langsung.
Kali ini, kaka meminta ijin untuk mengambil foto tulisannya untuk di kirim ke ayah. Sayangnya, setelah menyelesaikam maksudnya, ia tak segera berhenti, malah melanjutkan menulis pesan untuk sepupunya.
"Nanti sore, bunda tidak pinjamkan kaka hp ya. Soalnya kaka tadi tidak langsung berhenti mengirim pesan saat bunda minta. Kan nanti menghabiskan kuota kaka naila".
Sedikit protes ia mendengar kata-kata saya, namun akhirnya dia tak memperpanjang rengekannya, setidaknya untuk pagi ini.
Saya harus terus berlatih, baik kemampuan mengapresiasi maupun mengkritisi, bukan pada pribadinya namun pada perbuatannya.
#level1
#day10
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Misalnya pagi ini, kaka bilang perutnya sakit dan segera minta tolong dibantu ke kamar mandi. Fyi, sehari kemarin kaka agak diare, sering kali celananya sudah kotor dan tak memberi tahu saya. Jadi untuk saya ini adalah sebuah keberhasilan kecil kaka hari ini, layak diapresiasi.
"Sakit perutnya terasa ya ka, bunda senang karena kaka langsung bilang, jadi celana kaka tidak kotor".
Kaka terlihat tersenyum senang, apalagi ketika saya menunjukkan celananya yang masih bersih.
Begitu pula ketika saya meminta kaka mematikan lampu, dan ia segera melakukannya.
"Bunda senang, karena kaka mau mendengarkan dan langsung mengerjakan yang bunda minta, makasih ya ka", meski kali ini ia terlihat biasa saja karena tangannya sibuk menulis.
Tak hanya pujian, saya pun menyampaikan padanya, bahwa ia tak mendapat izin meminjam hp saya nanti sore, karena tak menepati janji pada saya.
Fyi, belakangan kaka dan dede sesekali meminjam hp untuk belajar mengetik, mengirim pesan, gambar atau suara. Saya tak keberatan, selagi saya memang tak menggunakan dan bisa mengawasi langsung.
Kali ini, kaka meminta ijin untuk mengambil foto tulisannya untuk di kirim ke ayah. Sayangnya, setelah menyelesaikam maksudnya, ia tak segera berhenti, malah melanjutkan menulis pesan untuk sepupunya.
"Nanti sore, bunda tidak pinjamkan kaka hp ya. Soalnya kaka tadi tidak langsung berhenti mengirim pesan saat bunda minta. Kan nanti menghabiskan kuota kaka naila".
Sedikit protes ia mendengar kata-kata saya, namun akhirnya dia tak memperpanjang rengekannya, setidaknya untuk pagi ini.
Saya harus terus berlatih, baik kemampuan mengapresiasi maupun mengkritisi, bukan pada pribadinya namun pada perbuatannya.
#level1
#day10
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar